Pertanian di Jepang - Apa yang ditanam sudah diatur sesuai dengan permintaan pasar. Tak ada petani yang ngeyel ingin bertani sesuka mereka. Selain terkenal dengan industi otomotifnya, Jepang juga sangat dikenal dengan industri pangan dan pertaniannya. Pertanian di Jepang sudah tersohor mempunyai sistem kerja yang baik. Pantas saja jika pertanian di Jepang begitu berkembang. Pemerintah Jepang menerapkan empat pilar pembangunan pertanian Jepang yang salah satunya adalah Farm Size Expansion. Kebijakan ini bertujuan agar kepemilikan lahan pertanian semakin bertambah dari empat hektare menjadi 15-20 hektare untuk setiap keluarga petani.
Pertanian di Jepang |
Kemajuan pertanian Jepang juga bisa dilihat dengan berkembangnya sistem pertanian urban. Bahkan pertanian urban di Jepang kini menjadi andalan untuk memasok produk-produk pertanian yang segar, sehat, dan cepat.
Meskipun dikenal sebagai negara agraris, nyatanya pertanian di Indonesia belum bisa bersaing dengan Jepang. Kekayaan sumber daya alam Indonesia menjadi modal utamanya untuk bisa bersaing. Lalu, apa yang perlu ditiru Indonesia dari Jepang untuk membentuk pertanian yang ungul?
Kamis (1/10), brilio.net mewawancarai Rahmat Efendi dan Andre Dwi Setiawan, mahasiswa Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) Yogyakarta yang beberapa waktu lalu dikirim oleh pihak kampus untuk praktik magang di Kota Komoroshi dan Kawakami, Jepang. Keduanya bercerita tentang hal-hal yang menjadikan pertanian Jepang begitu maju. Apa saja?
1. Perhatian pemerintah yang tinggi terhadap pertanian. Di Jepang, pertanian benar-benar diperhatikan oleh pemerintah. Tata niaga pertanian Jepang telah diatur sedemikian rupa, salah satunya adalah masalah tumbuhan yang ditanam petani. Menurut Rahmat, apa yang ditanam sudah diatur sesuai dengan permintaan pasar. Tak ada petani yang ngeyel ingin bertani sesuka mereka. "Jadi nggak ada ceritanya petani sana kebingungan menjual produk pertanian seperti di Indonesia," terangnya.
2. Harga produk pertanian yang terkontrol. Tak hanya masalah apa yang ditanam, pemerintah juga turut campur tangan terhadap harga produk pertanian. Pengaturan itu dilakukan oleh bagian pemerintah semacam Dinas Pertanian di Indonesia. Kebanyakan hasil pertanian dibeli oleh pemerintah sehingga pemerintah bisa mengendalikan harga yang layak.
Meski begitu, ada juga pihak swasta yang membeli hasil pertanian di sana. "Tapi pihak swasta tidak akan membeli hasil pertanian di bawah harga pemerintah, pasti di atasnya," ungkap Andre. Dengan begitu, tak ada istilah petani dirugikan karena dipermainkan tengkulak.
3. Lahan pertanian yang dimiliki tiap petani luas. Jangan bayangkan lahan pertanian di Jepang seperti di Indonesia yang tiap petani hanya memiliki sepetak atau dua petak sawah. Di Jepang, seorang petani biasa memegang 7-10 hektare sawah.
Sawah yang dimiliki satu keluarga di Jepang diwariskan dengan cara tidak dibagi-bagi seperti yang terjadi di Indonesia. Setiap keluarga, hanya ada satu anak yang akan mewarisi lahan pertanian. Anak yang benar-benar ingin menjadi petani yang akan dipilih untuk mewarisi lahan pertanian. Sedangkan anak lainnya akan menerima warisan dalam bentuk lain.
Dengan memiliki lahan pertanian yang luas, pengaturan pertanian akan lebih mudah dilakukan. Penggunaan mesin-mesin dalam pertanian juga lebih mudah karena luasnya lahan.
4. Teknologi pertanian yang canggih. Kuatnya industri otomotif di Jepang juga berdampak pada pertanian. Sistem pertanian di Jepang telah menggunakan teknologi yang canggih. Untuk menanam, menyirami, hingga memanen, petani Jepang telah dibantu dengan mesin. Jika di Indonesia membajak sawah masih menggunakan bajak tunggal, di Jepang membajak telah menggunakan bajak enam sehingga 1-2 jam telah selesai.
5. Etos kerja yang tinggi. Bertani di Jepang juga menerapkan jam kerja seperti bekerja di kantoran. Setiap petani di Jepang akan memunyai sejumlah karyawan yang membantu mengelola lahan pertanian seluas 7-10 ha. Jam kerjanya pun ditentukan. Kerja secara normal dilakukan selama delapan jam mulai dari pukul 02.00 dini hari. Istirahat yang dilakukan karyawan tidak dihitung jam. "Istirahat sarapan itu tidak dihitung dalam delapan jam kerja," terang Rahmat.
Maka delapan jam kerja biasanya bisa terpenuhi hingga pukul 12.00 siang. Setelah itu mereka tidak langsung pulang. Jika lembur, maka setelah pukul 12.00 itu, mereka istirahat dua jam kemudian dilanjutkan dengan lembur hingga pukul 17.00 waktu setempat. "Kami hanya tidur sekitar empat jam per hari," tambah Andre.
Itulah lima hal yang membuat pertanian di Jepang maju. Selain lima hal itu, tentunya masih banyak hal yang mempengaruhi berkembangnya pertanian di Jepang. Nah, kira-kira kapan ya Indonesia bisa
memiliki sistem pertanian seperti Jepang? Sumber : brilio.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar